
Sampai suatu ketika aku melanjutkan kuliah dan saat libur semester
aku pulang kampung. Malamnya aku nongkrong dengan teman masa kecilku di
sebuah warung gado-gado. Tinapun ada di sana sambil berbisik-bisik
genit. Ia tiba-tiba duduk di sebelahku.
“Hai Anto, apa kabar? Kelihatan agak gemuk sekarang deh,” katanya sok akrab.
Aku menjawab sekenanya saja, masih belum ada interestku kepadanya.
Namun ia tidak menyerah dan bertubi-tubi bertanya tentang keadaan diriku
sekarang ini.
Akhirnya aku yang menyerah dan meladeni pertanyaannya. Ternyata
sebenarnya asyik juga anak ini sekarang. Hanya mungkin image yang
tertanam sejak kecil membuatku mengambil jarak terhadapnya. Ia perlahan
merapatkan duduknya ke arahku tanpa menarik perhatian orang lainnya.
Ketika warung mulai sepi, maka tangannya mulai nakal mengusap pahaku
dan memainkan bulu kakiku. Tentu saja penisku langsung berontak,
membesar di balik celana pendekku. Ia tersenyum melihat bagian depan
celanaku yang sedikit menggembung. Tak lama kemudian ia pulang karena
sudah malam..
Akupun pulang dengan penis yang mengembang karena elusan tangan Tina
di pahaku tadi. Karena tensi sudah terlanjur naik ke ubun-ubun, maka
malam itu kusemprotkan sperma dengan bantuan tanganku.
Malam-malam berikutnya aku jadi rajin ke warung gado-gado untuk
nongkrong dan menikmati elusan Tina di pahaku. Suatu ketika Tina pulang
dan minta kuantarkan. Aku tentu saja dengan senang hati mengantarnya
pulang.
Sampai di rumahnya disuruhnya aku masuk dulu dan duduk di ruang tamu.
Ruang tamunya kelihatan sepi, tapi dari arah ruangan dalam kudengar
pelan suara TV. Tak tama kemudian Tina keluar lagi dan kami ngobrol
sampai lama. Aku sudah mulai mengantuk dan beberapa kali menguap. Tian
kemudian membuatkanku segelas kopi. Sambil menunggu kopi agak dingin
kami kembali ngobrol. Ia duduk di depanku hanya memakai celana pendek
dan kaus oblong.
Tangannya mulai iseng mengusap lututku. Dengan refleks kutangkap
tangannya dan kutarik ke arahku. Ia tidak melawan tarikan tanganku dan
akibatnya sebentar kemudian ia sudah duduk dipangkuanku dan bibirku
langsung melumat bibirnya. Ia terkejut sebentar, namun kemudian membalas
lumatanku dengan ganas. Beberapa detik ia masih duduk dipangkuanku dan
kami berciuman. Kurasakan ia tidak memakai BH. Aku terangsang dan
napasku menjadi berat. Mendadak kami sadar dengan keadaan kami. Ia
melepaskan pelukanku dan kembali duduk di tempatnya semula.
Suasana menjadi kaku. Kami berdua sama-sama merasa kikuk dengan apa
yang telah kami perbuat baru saja. Begitu kopi habis, maka aku segera
berpamitan pulang. Ia mengantarku sampai ke sudut rumahnya. Di sana
kupeluk dan kucium lagi bibirnya. Sekitar 5 menit kami masih berpelukan
di sana. Untung lampu di sudut rumahnya putus sehingga kami leluasa
bercumbu di sana.
Akupun pulang dengan tersenyum. Kembali sampai di rumah dengan
bantuan tangan kukeluarkan lagi sperma sedari tadi yang sudah sampai di
ujung penisku. Kubayangkan Tina di bawahku sedang memekik-mekik menerima
penisku. Tiga malam berikutnya kami selalu bercumbu di sudut rumahnya.
Ia mulai berani mengusap bulu dadaku dan menciumi putingku. Akibatnya
tiap malam sepulang dari rumahnya spermaku kumuntahkan.
Malam terakhir kami bercumbu lagi. Ia merebahkan badannya melintang
telentang di atas kedua pahaku. Kubuka kancing kemejanya dan seperti
biasa ia tidak memakai BH. Kuisap putingnya yang kecil berwarna
kemerahan itu. Tanganku menggesek bagian depan celana dalamnya.
Kepalanya sudah mendongak pasrah, giginya menggigit bibir dan
mengeluarkan desahan lirih yang sangat menggoda.
Kubisikkan,
“Kamu mau ini kita lanjutkan?”
“Kalau kamu mau kita lakukan di belakang rumah saja. Sepi dan gelap di sana,” katanya.
“Kalau kamu mau kita lakukan di belakang rumah saja. Sepi dan gelap di sana,” katanya.
Tiba-tiba saja aku bisa menguasai diri dan berkata,
”Tidak Tin. Cukup sudah sampai di sini. Aku tidak mau menanggung resikonya”.
Akhirnya aku pulang.
Setelah kejadian itu maka setiap libur semester aku pulang kampung
dan tak lupa lupa bercumbu dengannya. Meskipun aku sebenarnya sudah
berpengalaman (setelah diajari Ibu Heni, alias Hanny), namun dengan Tina
paling jauh hanya sebatas petting. Sebenarnya kalau aku mengendaki
lebih jauh Tina mau saja, karena iapun sudah sering melakukannya dengan
orang lain. Ia pernah mengajaknya bersetubuh. Kukatakan kalau akupun mau
dengan syarat pakai kondom. Ia menolaknya.
Sampai suatu ketika kudengar kabar kalau ia menikah dengan seorang
PNS. Selentingan yang beredar suaminya itu hanyalah korban dari
permainannya. Sebenarnya banyak yang sudah mencicipi tubuhnya tetapi si
PNS tersebut yang masuk terjebak dalam perangkapnya.
Waktupun berlalu dan aku sudah lulus dan bekerja di Jakarta. Ketika
ada libur tiga hari berturut-turut aku pulang. Aku berjalan-jalan dan
tak terasa lewat di samping rumahnya. Kulihat ia ada di teras dan
melihatku serta menyuruhku mampir ke rumahnya. Kami duduk di teras
sambil bercerita.
“Mana suamimu?” tanyaku.
“Nggak ada. Dia jarang pulang ke sini. Ia lebih banyak di kantor dan pulang ke rumah istri tuanya,” katanya.
“Nggak ada. Dia jarang pulang ke sini. Ia lebih banyak di kantor dan pulang ke rumah istri tuanya,” katanya.
Ternyata suaminya terkena kasus indisipliner dan sekarang disuruh
untuk menjadi sopir atasannya. Aku baru tahu kalau Tina menjadi istri
muda. Ia mengingatkanku tentang apa yang dulu kami lakukan. Akupun mulai
terangsang ketika dengan genit ia menceritakan kembali peristiwa
beberapa tahun yang lalu.
“Kamu benar-benar mau? Kalau mau sejam lagi kita ketemu di terminal
dan check in ke luar kota!” kataku. Kulihat matahari masih berada di
atas kepalaku, berarti sekitar tengah hari.
Akhirnya kamipun bertemu di terminal dan meluncur ke luar kota untuk
mencari tempat menyalurkan hasrat kami. Di dalam bis sepanjang jalan ia
terus mengusap pahaku dan sekali-sekali mencengkeram lulutku dengan
kukunya. Aku menjadi terangsang sekali dengan ulahnya. Kubalas dengan
menekan sikuku ke dadanya dan kuputar-putarkan. Kami saling merangsang
dengan cara kami.
“Aku mau nanti kita main dengan posisi nungging dan 69,” kataku menggodanya. Ia mencubitku lalu berkata,”Kita lihat saja nanti”.
“Kamu masih ikut KB?” kataku lagi.
“Nggak, untuk apa. Dia belum tentu sebulan datang tidur di rumah”.
“Kamu masih ikut KB?” kataku lagi.
“Nggak, untuk apa. Dia belum tentu sebulan datang tidur di rumah”.
2 jam kemudian kami sampai di kota tujuan kami. Turun dari bis aku langsung masuk ke apotik di depan terminal bis.
“Ngapain ke apotik?” tanyanya.
“Hussh. Untuk pengamanan, kamu kan tidak ikut KB,” kataku.
“Hussh. Untuk pengamanan, kamu kan tidak ikut KB,” kataku.
Sambil berjalan mencari hotel terdekat, para tukang becak di depan terminal berlomba-lomba menawarkan diri.
“Mari Pak, saya antar ke tempat yang bersih dan murah”.
Mereka ini langsung tahu saja. Aku jadi berpikir apakah kami ini
kelihatan sekali sebagai pasangan selingkuh yang sedang mencari tempat
berkencan.
Akhirnya kami mendapatkan sebuah hotel tidak jauh dari terminal.
Kamarnya cukup bersih dengan satu ranjang king size. AC kamar kunyalakan
dan udara dingin mulai menyebar di dalam kamar ini. Karena perjalanan
tadi cukup jauh maka tubuh kami rasanya lengket dengan debu bercampur
keringat.
Kuajak Tina untuk mandi bersama. Ia menolak dan menyuruhku mandi
duluan. Aku melepas semua pakaianku di depannya dan masuk ke kamar
mandi. Aku belum selesai mandi Tina menyusulku ke kamar mandi dengan
berbalut handuk sebatas dada. Segera kutarik handuk yang melilit
tubuhnya dan segera bibirku menyerang bibirnya dengan gencar. Ia
membalas dengan ganas.
“Hmmhh. Masih pintar juga kamu bersilat lidah,” godaku.
“Heehh. Kan kamu juga dulu yang ngajarin”.
“Susumu masih kencang seperti dulu. Tapi sekarang agak lebih besar,” kataku setelah meremas payudaranya dan mengecup putingnya.
“Heehh. Kan kamu juga dulu yang ngajarin”.
“Susumu masih kencang seperti dulu. Tapi sekarang agak lebih besar,” kataku setelah meremas payudaranya dan mengecup putingnya.
Sambil mandi kami masih terus berciuman. Ketika aku akan berbuat lebih jauh lagi ia mendorongku.
“Nanti saja di ranjang. Kalau sudah selesai, sana ke kamar duluan,” katanya.
Aku mengeringkan tubuhku dan langsung berbaring di atas ranjang.
Udara kamar terasa dingin. Aku menarik selimut dan menutupi badanku
sampai ke dada. Tak lama kemudian Tina pun menyusulku masuk ke bawah
selimut.
Ia berbaring menyamping di sebelahku dan tangannya mengusap bulu dada
dan menggelitik putingku. Penisku yang sudah lama menantikan saat ini
segera saja langsung berdiri. Kubuka selimut yang menutup tubuh kami,
dan kutindih tubuh mungilnya. Tina membuka lebar kedua kakinya sehingga
penisku bisa menggesek rambut kemaluan di selangkangannya.
Mulutnya setengah terbuka menantikan serangan bibirku. Belum lagi bibirku menempel di bibirnya, kepalanya sudah naik menyambut serangan bibirku. Kami saling menikmati rujak bibir ini beberapa saat. Sementara itu penisku sudah tak sabar ingin segera melakukan penyerangan. Sejak di perjalanan tadi Tina tak hentinya merangsangku di bagian paha dan lutut.
Mulutnya setengah terbuka menantikan serangan bibirku. Belum lagi bibirku menempel di bibirnya, kepalanya sudah naik menyambut serangan bibirku. Kami saling menikmati rujak bibir ini beberapa saat. Sementara itu penisku sudah tak sabar ingin segera melakukan penyerangan. Sejak di perjalanan tadi Tina tak hentinya merangsangku di bagian paha dan lutut.
“Tidak disangka. Dari dulu sudah mengarah namun baru kali ini kita bisa kenthu, bercinta,” desahnya.
Kenthu adalah bahasa slank di daerah Jawa untuk bersetubuh.
“Tin, doggy dan 69-nya nanti saja ya. Kita nikmati dulu babak pertama dengan cepat!” bisikku.
“Ihh.. sudah nggak sabar lagi ya,” katanya sambil mencium telinga, leherku dan kemudian singgah di putingku.
“Habisnya, sejak di bis tadi kamu sudah membuatku kepanasan”.
“Ihh.. sudah nggak sabar lagi ya,” katanya sambil mencium telinga, leherku dan kemudian singgah di putingku.
“Habisnya, sejak di bis tadi kamu sudah membuatku kepanasan”.
Kuraih kotak kondom yang sudah kusiapkan, kubuka dan dengan cepat
kupasang pada penisku yang sudah tegak menantang. Kutindih lagi tubuhnya
dan kubuka kakinya lebar-lebar. Kuarahkan penisku untuk menembus
vaginanya. Rasanya sulit sekali untuk menembus liang vaginanya. Penisku
sepertinya kehilangan arah untuk menemukan jalan masuk liang
kenikmatannya. Padahal dengan memakai kondom, kuharap permukaan kondom
yang licin akan mempermudah pekerjaanku. Ia semakin melebarkan kakinya
dan tangannya membantu penisku menemukan lubang vaginanya.
“Dorong To.. Yaahkk.. Tekan.. Tekan kuat”.
Kudorong degan kuat dan peniskupun meluncur dengan mulus di lorong
vaginanya. Meskipun memakai kondom, namun desakan dan gesekan dinding
vagianya masih dapat kurasakan.
“Tin.. Ouhh nikmat Tin..” aku mendesis.
“Kamu tidak mau dikasih enak dari dulu,” ia menjawab dengan napas memburu. Mukanya kelihatan memerah dadu.
“Kamu tidak mau dikasih enak dari dulu,” ia menjawab dengan napas memburu. Mukanya kelihatan memerah dadu.
Aku merasa bahwa ronde ini akan berlangsung dengan cepat, maka
kubisikkan lagi untuk memastikan supaya ia juga bermain dengan cepat.
“Kita main cepat Tin. Rasanya aku sudah tak tahan lagi”. Tina menganggukan kepalanya. “Aku akan mengimbangimu.
Akupun rasanya ingin segera menikmati ledakan kenikmatan itu”.
Aku segera menggenjotnya dengan tempo sedang dan semakin lama semakin cepat. Ia mengimbanginya dengan menggerakkan pinggulnya.
Akupun rasanya ingin segera menikmati ledakan kenikmatan itu”.
Aku segera menggenjotnya dengan tempo sedang dan semakin lama semakin cepat. Ia mengimbanginya dengan menggerakkan pinggulnya.
Sementara itu mulut kami saling berpagut dan melumat sampai
menibulkan bunyi kecipak yang cukup keras. Kadang juga kusedot putingnya
dengan keras dan ia menggelitik lubang telingaku dengan lidahnya.
Ketika ia menjilati putingku, kubalas sama dengan perlakuannya tadi
padaku. Kugelitikin lubang telinganya dan kuhembuskan napasku yang
memburu di sana.
Gairah kami semakin memuncak dan gerakan kami semakin cepat dan liar.
Aku tak mau menahan lebih lama lagi. Ketika kulihat mulut Tina terbuka
seperti mulut ikan yang kekurangan air akupun tahu sebentar lagi ia juga
akan sampai ke puncak.
“Hah.. Hh.. Hh.. Huuhh.. Ouhh Tina nikmat sekali milikmu,” kataku terengah-engah.
“To.. Ayo lebih cepat lagi To..”
“To.. Ayo lebih cepat lagi To..”
Genjotan demi genjotan, desah napas yang semakin memburu bercampur
dengan keringat yang menitik akhirnya membawaku untuk segera mencapai
puncak kenikmatan. Erangan kami saling bersahutan memenuhi seluruh sudut
kamar.
“Tina.. Tin.. Ahhk sekarang..”
“Ouhhkk To.. Lakukan.. Ayo tekan sekuatnya”
“Ouhhkk To.. Lakukan.. Ayo tekan sekuatnya”
Kepalanya mendongak dan tangannya meremas rambutku. Kupeluk
pinggangnya dan kuangkat ketika aku dengan cepat menghentakkan serangan
terakhirku.
“Akhh.. Yeahh.. Arrghkk.. Ouhh”.Ia melenguh panjang ketika lahar kepuasanku menyemprot keluar.
Dinding vaginanya berdenyut menyedot penisku. Matanya terpejam dan remasan tangannya pada rambutku semakin kuat.
Aku terkapar lemas di atas tubuhnya dengan tubuh basah oleh keringat
dan napas yang seakan-akan mau putus. Ketika penisku akan kutarik ia
menahan pinggangku dan memberikan sebuah denyutan kuat di vaginanya. Aku
kembali tersentak dan mengejang merasakan remasan dinding vaginanya.
Setelah membersihkan diri kami berbaring dan rasanya badanku lelah sekali setelah menyelesaikan ronde ini. Kukatakan padanya,
“Sorry Tin, rasanya aku capek sekali. Aku mau tidur dulu sebentar
untuk memulihkan tenagaku. Bukankan nanti masih ada babak berikutnya?”
Ia mencubit pinggangku dan aku mulai memejamkan mata. Kurasakan tangan Tina memeluk dan mengusap pinggangku.
Kurang lebih sejam kami tertidur. Aku bangun dan merasakan badanku mulai segar kembali. Kulihat Tina masih memejamkan mata dengan tarikan napas teratur. Kuberikan usapan dengan ujung jariku mulai dari tengkuk hingga belahan pantatnya. Tina tersadar dan menggeliat.
Kurang lebih sejam kami tertidur. Aku bangun dan merasakan badanku mulai segar kembali. Kulihat Tina masih memejamkan mata dengan tarikan napas teratur. Kuberikan usapan dengan ujung jariku mulai dari tengkuk hingga belahan pantatnya. Tina tersadar dan menggeliat.
“Uppss.. Mulai nakal ya. Sekali dikasih maunya nambah terus. Kenapa sih dari dulu nggak mau?”
“Aku nggak siap mental waktu itu?” kataku.”Dulupun kalau kita bercinta dengan memakai sarung karet pengaman tentu saja aku mau. Buktinya suamimu sekarang terjebak dalam permainanmu,” kataku lagi dalam hati.
“Aku nggak siap mental waktu itu?” kataku.”Dulupun kalau kita bercinta dengan memakai sarung karet pengaman tentu saja aku mau. Buktinya suamimu sekarang terjebak dalam permainanmu,” kataku lagi dalam hati.
Ujung jariku masih melakukan gerakan memutar di punggungnya. Ia
membalas dengan melakukan sentuhan ringan di pinggangku dan turun ke
buah zakarku. Penisku perlahan mulai mengeras seiring dengan naiknya
gairahku.
Aku bergerak sehingga posisi dadanya sekarang di depan mulutku.
Putingnya yang kecil berwarna coklat kemerahan digesekkannya di ujung
hidungku dan segera kutangkap dengan bibirku. Mulutku bergerak ke bawah
perutnya, ia membuka pahanya agar memudahkan aksiku. Aku menggesekkan
hidungku ke bibir vaginanya.
“Lakukan To.. Teruskan. Ahkk!!” Ia menghentakkan kepalanya dengan keras ke atas bantal meluapkan kekecewaannya.
“Belum Tin.. Nanti pasti kulakukan”.
“Belum Tin.. Nanti pasti kulakukan”.
Aku belum ingin melakukannya sekarang, hanya sekedar memberikan
fantasi dan membuatnya penasaran. Kepalaku kembali bergerak ke atas dan
menciumi sekujur dadanya. Tangannya berada di atas kepala sambil meremas
ujung bantal.
Kami berguling sedikit dan sebentar kemudian ia sudah berada di
atasku. Bibirnya dengan lincah menyusuri wajah, bibir, leher dan
dadakuku. Tina mendorong lidahnya jauh ke dalam mulutku, kemudian
menggelitik dan memilin lidahku. Kubiarkan Tina yang mengambil kendali
penyerangan. Sesekali lidahku membalas mendorong lidahnya. Kujepit
putingnya dengan jariku sampai kelihatan menonjol kemudian kukulum dan
kujilati dengan lembut.
“Auhh, Ayolah Anto.. Teruskan.. Lagi,” ia merintih pelan.
Kemaluanku mulai menegang dan mengeras. Kukulum payudaranya semuanya
masuk ke dalam mulutku, kuhisap dengan kuat, dan putingnya kumainkan
dengan lidahku. Napas kami memburu dengan cepat dan badan kami mulai
hangat oleh darah yang mengalir deras.
“Ayo puaskan aku sayang.. Ahh.. Auuh!” Tina mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pangkal pahanya, kumasukkan jari
tengahku ke belahan di celah selangkangannya dan kugesek-gesekkan ke
bagian atas depan vaginanya.
“Ahh.. Kamu pandai sekali”.
Sementara itu tangan kananku meremas buah dadanya dengan lembut.
Tangannya membalas dengan memegang, meremas dan mengocok penisku. Dengan
liar kuciumi seluruh bagian tubuhnya yang dapat kujangkau dengan
bibirku. Beberapa saat kemudian penisku mengeras maksimal. Kepalanya
memerah dan berdenyut-denyut.
Jari tengah kiriku kugerakkan lebih cepat dan tubuhnya kemudian
berputar-putar menahan rasa nikmat. Pinggulnya naik dan
bergoyang-goyang. Kupelintir puting payudara kirinya dan dan mulutku
menjilati puting kanannya. Sementara itu jari kiriku tetap mengocok
lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat dan liar
gerakan pinggulnya.
Kepalaku bergerak turun perlahan sampai di selangkangannya dan segera
mengambil alih pekerjaan jariku. Kubuka bibir vaginanya dengan jariku
dan dinding vaginanya yang mulai basah oleh lendir agak kental dan
lengket segera kujilati. Bibir vaginanya kugaruk dengan kumisku. Ia
menggelinjang tidak karuan.
“To.. Anto.. Aku juga mau merasakan penismu,”
Aku bergerak memutar sehingga penisku berada di depan mulutnya. Ia
kemudian mengecup kepala penisku. Lidahnya membelah masuk ke lubang
kencingku. Aku merasakan sensasi kenikmatan yang tidak terkira dan
secara refleks aku mengencangkan otot kemaluanku. Buah zakar yang
menggantung di bawahnya kemudian diisapnya dan dijilatinya sampai titik
Kundaliniku. Aku hanya menahan napasku setiap ia menjilati titik
sensitif ini. Kami seakan berlomba untuk memberikan rangsangan pada alat
kelamin.
Kami bergantian menikmatinya. Ketika ia mengulum, mengisap dan
menjilat penisku aku menghentikan aksi lidahku dan menikmatinya demikian
juga sebaliknya ketika klitorisnya kujilat dan kutekan dengan lidahku
ia berdesis keras menahan rasa nikmat. Tangannya kadang menekan kepalaku
dengan keras ke selangkangannya.
“Putar To. Berguling, aku ingin di atas,” pintanya dengan manja.
Aku berguling dan kembali kami melanjutkan aktivitas kami. Kini
mulutnya dengan leluasa beraksi di penis dan area sekitar pangkal
pahaku. Penisku sudah mulai terasa ngilu menahan sedotan mulutnya yang
sangat kuat.
“Tina, ayo kita masuk dalam permainan berikutnya..”
Kembali kuambil kondom dan Tina membantu tanganku memasang dengan
baik pada penisku yang sudah berdiri keras. Dengan gerakan perlahan Tina
berjongkok di atas selangkanganku dan mulai menurunkan pantatnya.
Sebentar kemudian dengan mudah aku sudah menembus guanya yang hangat dan
lembab. Kembali kurasakan sempitnya alur vaginanya.
Pinggulnya bergerak naik turun dan aku mengimbanginya dengan memutar
pinggul dan menaik turunkan pantat. Kakinya menjepit pahaku dan kadang
dikangkangkan lebar-lebar. Kuciumi bahu dan dadanya. Beberapa kali
kugigit sampai meninggalkan bekas kemerahan. Tangannya menekan dadaku
sekaligus menahan berat badannya. Gerakan pinggulnya berubah menjadi
berputar cepat dan semakin cepat lagi. Tak lama kemudian ia merebahkan
tubuhnya merapat di atasku dan mulai menghujaniku dengan ciuman dan
gigitan. Kini dadaku yang berbekas kemerahan di beberapa tempat.
Aku mengambil posisi duduk dan kubalikkan tubuhnya ke arah berlawanan
dengan arah kepalaku tadi. Kini aku berada di atasnya. Jepitan dan
sempitnya vagina membuatku kadang melambatkan tempo dan berdiam untuk
lebih rileks. Namun ketika aku diam jepitan dinding vaginanya
ditingkatkan sehingga aku tetap saja didera oleh rasa nikmat luar biasa.
Kucabut penisku dan kubalikkan tubuhnya.
“Sekarang doggy Tin,” bisikku.
Ia mengerti maksudku. Segera ia menaikkan pantatnya yang bulat dan
masih kencang. Kuposisikan diriku di belakang pantatnya dengan berdiri
pada lututku. Diraihnya penisku dan segera diarahkan untuk masuk ke
dalam vaginanya kembali. Kuterjang vaginanya dengan gerakan lembut.
Tanganku memegang pantatnya dan membantu menggerakkan pantatnya maju
mundur.
Ia mulai menggelinjang dan mengejang tertahan, kedua tangannya
mencengkeram dan meremas sprei. Kepalanya ditekankan ke atas bantal.
“Ouhh.. Sudah To.. Aku tak kuat..” ia merintih ketika pantatku
kugerakkan kebelakang sampai penisku hampir terlepas dan kumajukan
dengan cepat. Kuulangi beberapa kali lagi dan iapun menekankan kepalanya
miring di atas bantal.
“To.. Kita kembali posisi.. Kita.. Aku..” ia menjerit dengan kata-kata yang tidak jelas. Ia menginginkanku kembali dalam posisi konvensional.
“To.. Kita kembali posisi.. Kita.. Aku..” ia menjerit dengan kata-kata yang tidak jelas. Ia menginginkanku kembali dalam posisi konvensional.
Kembali kucabut penisku dan segera kurebahkan kembali dalam posisi
konvensional. Aku merasa ia ingin segera mengakhiri babak kedua ini.
Vaginanya kugenjot semakin cepat dan kuangkat kaki kirinya dan
melipatnya sampai lututnya menempel di perutnya. Aku setengah berdiri di
atas lututku. Dengan satu kaki terangkat dan satu lagi dikangkangkannya
lebar-lebar ia semakin meracau tidak jelas,
“Ouahh.. Hhuuhh!”.
Dinding vaginanya mulai berdenyut dan akupun sudah mencapai titik
ideal untuk mencapai garis finish. Kakinya yang tadi kulipat
kukembalikan lagi dan segera kedua pahanya menjepit pinggangku.
“Sekarang Tina.. Uuughh,” aku menggeram keras.
Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam di vaginanya.
“Ouhh Anto.. Aaiihh!” iapun memekik kecil.
Jepitan kakinya semakin ketat dan denyutan di vaginanya terasa
meremas penisku. Ditekannya pantatku ke bawah dengan betisnya. Setelah
beberapa saat kami sama-sama terkulai lemas
Udara sejuk dari AC sangat membantu kami untuk beristirahat dan
memulihkan tenaga. Tina masih mengusap dan mempermainkan bulu dadaku. Ia
berbaring miring di sebelahku dengan sebelah kakinya ditumpangkan di
atas kakiku. Kupeluk tubuhnya dan kuusap-usap dengan lembut.”Aku masih
ingin bersamamu sekali lagi untuk berbagi kenikmatan,” katanya sambil
mengecup lenganku.
Setelah beberapa saat kemudian, maka napas dan detak jantung kamipun
kembali normal dan kami tidur berpelukan. Ketika kulihat keluar dari
lubang ventilasi di atas pintu langit sudah tampak gelap. Kuajak Tina
untuk makan malam. Kami keluar dari hotel dan makan di rumah makan
terdekat. Aku memesan sate yang dibakar setengah matang dan gulai
kambing sementara Tina memesan soto ayam. Setelah makan kuajak Tina
untuk kembali ke hotel.
Begitu kamar terkunci Tina langsung memelukku dan menyerbuku dengan
ganas. Kulucuti pakaiannya satu persatu dan setelah itu ia gantian
melucuti pakaianku.
“Mandi dulu Tin biar segar,” kataku.
“Enggh.. Nggak usah To, nanti saja sekalian”.
“Enggh.. Nggak usah To, nanti saja sekalian”.
Kuangkat tubuhnya yang mungil dan kubawa ke kamar mandi. Ia
meronta-ronta, namun tidak dapat melepaskan diri dariku. Di bawah
segarnya guyuran air hangat dari shower terasa badanku menjadi lebih
segar.
Tanpa mengenakan apa-apa lagi kubawa Tina kembali lagi ke ranjang. Ia
sudah merengek genit minta untuk masuk babak berikutnya. Aku masih
menatap dan menikmati pemandangan indah di depanku. Tina yang sedang
dalam keadaan telanjang terlentang mengangkang di atas ranjang. Rambut
hitam tipis menghiasi celah pahanya.
Kutarik kakinya sampai melewati tepi ranjang dan dalam posisi membungkuk aku segera menghisap dan mencium vaginanya.
“69 lagi To. Aku masih ingin bermain dengan penismu,” rengeknya. Kuikuti kemauannya dan kini kembali kami bermain dalam posisi 69 sampai ia benar-benar puas memberi dan menerima rangsanganku.
“69 lagi To. Aku masih ingin bermain dengan penismu,” rengeknya. Kuikuti kemauannya dan kini kembali kami bermain dalam posisi 69 sampai ia benar-benar puas memberi dan menerima rangsanganku.
Aku berjongkok di depannya. Jari tengah dan Ibu jariku membuka
vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi kemaluannya dan kujilati
seluruh bibir luar dan sampai bibir dalamnya.
“Oh.., teruss.. An.. To.. Aduhh.. Nikmat..”.
Aku terus mempermainkan klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah.
Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat di belahan
vaginanya dan lidahku terus berputar-putar di dalamnya.
“Anto.., oh.., teruss sayamgg.. Oh.. Hh!!”.
Desis kenikmatan yang keluar dari mulutnya, semakin membuat gairahku
berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikan aksi lidahku.
“ooh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss..”, teriakannya semakin merintih.
Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat
pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin
membanjir. Vaginanya sudah basah terkena ludah bercampur lendirnya. Aku
jilat lagi, terasa sedikit asin dan beraroma segar yang khas.
“Sudah Anto.. Sudah.. Ayo kita..!!”
Kulepaskan mulutku dari selangkangannya dan aku berbaring di
sampingnya. Ia naik ke atas tubuhku dan menciumi bibir dan telingaku.
Mulutku menghisap kedua payudaranya, kugigit putingnya bergantian. Ia
hanya melenguh panjang dan gairah kami berduapun semakin memuncak.
Tangannya menyusup di sela pahaku, kemudian mengelus, meremas dan
mengocok penisku. Pantatku sesekali kunaikkan dan menahan napas.
Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya. Napasnya
dihembuskan dengan kuat ke dalam lubang telingaku. Kini dia mulai
menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku kemudian menjalar
sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai kenikmatan. Kupeluk dan kuusap
pungungnya dengan lembut dari leher sampai pantatnya. Ketika sampai di
pantatnya kuremas bongkahan pantatnya dengan gemas.
Tangan kiriku dibawanya ke celah antara dua pahanya. Jari tengahku
masuk, mengusap dan menekan bagian depan dinding vaginanya dan bersama
Ibu jari menjepit dan memilin sebuah tonjolan daging sebesar kacang.
Setiapkali aku mengusap dan memilinnya Tina mendesis keras seperti orang
yang kepedasan
“SShh.. Ouhh.. Sshhss”
Tangannya masih memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri
tegak. Kembali kami berciuman. Buah dadanya kuremas dan putingnya
kupilin dengan jariku sehingga dia mendesis perlahan dengan suara
merintih.
“SShh hhiihh.. Sshh.. Ngghh.. Ayo To.. Antokhh”.
Perlahan lahan diturunkankan pantatnya sambil memutar-mutarkannya.
Kepala penisku dipegang dengan jemarinya, kemudian digesek-gesekkan di
mulut vaginanya. Terasa sudah mulai lembab karena cairan dinding
vaginanya.
Aku tersadar belum mengenakan kondom. Kudorong badannya perlahan dan kubisikkan, “Kondom..”.
Aku tersadar belum mengenakan kondom. Kudorong badannya perlahan dan kubisikkan, “Kondom..”.
Kuambil kondom yang tinggal satu dan mulai menyobek bungkusnya. Namun
sebelum kupasang ia merebutnya dan membuangnya jauh ke sudut kamar.
Kutatap mukanya, ia balas menatapku lembut dan berbisik,”Kali ini aku
ingin naturally”.
“Tapi..” Aku tak sempat melanjutkan kata-kataku karena dia telah menyumbat mulutku dengan bibirnya.
Tangannya kembali meremas dan mengocok penisku sampai membesar dengan
maksimal. Dia membawa penisku untuk segera masuk ke dalam vaginanya.
Ketika sudah menyentuh bibir guanya, maka ditekannya pantatnya perlahan.
Akupun menaikkan pantatku menyambutnya.
Tina merenggangkan kedua pahanya dan segera kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya.
“Ayolah Tina.. Tekan sekuatmu.. Dorong.. Aku akan menusuk dari bawah..!!”
Tina semakin menekan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke
lorong nikmatnya yang sempit. Tanpa memakai kondom jelas sekali bahwa
kenikmatan yang ia berikan jauh di atas apa yang kurasakan dalam dua
babak terdahulu.
“Ouhh.. Tina,” tanpa sadar aku setengah berteriak. Ditutupnya mulutku
dengan telapak tangannya dan dimasukkan jarinya ke dalam mulutku.
Kukulum jarinya dengan lembut.
Tina bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan
pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya maka penisku seperti
disedot sebuah kompresor yang lembut. Tina mulai mempercepat gerakannya
namun aku mengatur kecepatan gerakan pantatku dari bawah perlahan. Tina
membuat denyutan-denyutan di dalam lubang vaginanya.
“Tina.. Pelan saja. Kita nikmati babak terakhir ini” desisnku sambil mengulum payudaranya.
Buah dadanya yang sedang putih mulus dengan puting yang coklat
kemerahan terasa menantang untuk kulumat. Kuremas-remas lembut
payudaranya yang semakin mengeras.
“Ohh.. Teruss To.. Teruss..!” desahnya. Kuhisap-hisap putingnya yang
keras seperti biji kelengkeng, sementara tangan kiriku meremas pinggang
dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan semakin keras terdengar dari
mulutnya.
Kemudian ciumanku beralih ke ketiaknya. Tina mengangkat lengannya
untuk memberikan kesempatan padaku menciumi ketiaknya. Ia kegelian
sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya menengadah.
“Oh.., ennaakk.., terussh..!”
Rambutnya sudah awut-awutan. Ternyata, wanita bertubuh kecil ini
benar-benar sangat ekspresif dalam menyalurkan gairahnya. Gairah kami
semakin bergelora dan kini saatnya untukku kembali menimba kenikmatan.
Kugulingkan badannya dan dengan posisi setengah kutindih ia menjilat
leher kemudian dada dan putingku. Aku menumpukan berat tubuhku pada
kedua lenganku. Sementara gerakan pantatku sedikit kukurangi justru Tina
menggerakkan pantatnya dengan cepat.
Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Tina tersenyum. Lalu kucium
bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya dimasukkan ke dalam mulutku,
menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku. Aku
membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.
Kutarik biji penisku sehingga terasa semakin keras dan memanjang.
Pinggulnya naik menyambut hunjamanku. Kumasukkan penisku ke dalam
vaginanya sampai terasa menyentuh dinding rahimnya.
“Oh.., Gimana.. Rasanya sayang.., Ouuh!!” aku berbisik.
“Hhahh!! Ooh.., enakk..”.
“Hhahh!! Ooh.., enakk..”.
Kini Tina yang membuat gerakan peristaltik di sepanjang lorong
vaginanya. Batang penisku seperti dipilin-pilin. Tina terus
menggoyangkan pinggulnya.
“Oh.. Tinaku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..”.
Pinggulku kuhujamkan lagi lebih dalam. Tina dengan gerakan pinggulnya
yang naik turun dan berputar semakin menenggelamkan kontolku ke liang
kenikmatannya.
“Oh.. Isap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhu..!” Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.
“Oh.. Tina.., terus lebih cepat..”, teriakku menambah semangatnya.
“Oh.. Tina.., terus lebih cepat..”, teriakku menambah semangatnya.
Goyangan pinggulnya semakin di percepat. Tangannya memeluk erat leherku.
“Ahh.. Ah.., aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uuu.. Keluuaarr, .. Oh..!” ia mendesah.
“Jangan.. Dulu aku masih ingin menikmatimu!” kataku terengah-engah.
“Jangan.. Dulu aku masih ingin menikmatimu!” kataku terengah-engah.
Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncak kepuasan tertinggi, namun
aku masih ingin menikmati tubuhnya. Kuberikan isyarat agar ia
menghentikan gerakannya dulu sambil beristirahat sejenak. Kami hanya
berdiam dengan saling memeluk.
Kali ini tidak ada erangan atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil
dan desahan lembut. Hanya otot kemaluan kami yang saling berkontraksi
yang satu mendesak dan yang satu lagi menjepit. Rasanya penisku seperti
diisap oleh sesuatu seperti lumpur hidup. Tangannya terus mengelus
punggung dan pinggangku.
Setelah beberapa saat berdiam, maka dengan perlahan aku mulai
menggenjotnya lagi. Aku menggenjotnya dengan pelan tujuh kali dan pada
hitungan ke delapan kuhempaskan seluruh berat tubuhku di atas tubuhnya.
“Hhgghhkk..”. Ia menahan napas menahan berat tubuhku.
Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.
“Ohh.. Tina.. Geli.. Desahku lirih. Namun Tina tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan kiri berganti-ganti.
Karena rangsangan pada putingku maka kupercepat genjotanku sehingga ia memekik-mekik kecil.
“Oh.. Anto.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kuda liarku.. Kamu..!”
Ia diam hanya menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia
hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik
rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit putingnya. Kukecup
gundukan payudaranya kuat sampai memerah
“Ouhh.. Sakit.. Ped.. Dih. Ouhh..!”
Kurasakan aku tidak akan kuat lagi menahan desakan dalam saluran
kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan, ” Sekarang.. Yang..
Sekarang”.
Ia mengangguk lemah,” Yyachh.. Eghhkk”.
Begitu semprotan pertama kurasakan sudah di ujung lubang kencingku,
maka kembali kuhempaskan tubuhku ke bawah. Tina menyambutnya dengan
menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan cepat dan kembali turun.
Tangannya menjambak rambutku dan kemudian memukul-mukul punggungku.
Kutarik rambutnya dan kutekan kepalaku di lehernya.
“Oh.. To.. Anto.., kau begitu liar dan pintar memuaskanku.”, ujarnya.
Denyutan demi denyutan berlalu dan semakin lama semakin melemah. Kukecup bibirnya dan menggelosor di sampingnya.
“Kalau begini rasanya aku tidak mau pulang malam ini To” katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.
“Jangan, nanti kamu dicari keluargamu”.
“Jangan, nanti kamu dicari keluargamu”.
Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan.
Hembusan udara dingin dari AC kembali terasa menggigit kulitku. Jam
sembilan malam kami check out dan jam sebelas kami sudah sampai di
rumah. Kami turun di terminal dan naik ojek ke rumah. Ia melarangku
untuk mengantarnya.
“Nggak usah To, nanti nggak enak sama tetangga. Kalau aku pulang
sendirian orang tidak akan curiga. Besok kamu pulang ya? Jangan lupa
nanti kalau pulang kampung beritahu aku. Kita berangkat pagi-pagi agar
mempunyai waktu lebih lama. Kalau perlu menginap dua atau tiga malam,”
katanya sambil tersenyum.
ReplyDeletebangla choti daily update new bangla choti golpo
xxx video
bangladeshi singer Porshi Sex Scandal
xxx video
bangla choti golpo বেগুন মেরে আগুন নেভানো
18 year old porn
choda chudir golpo আমার দুইটা সেক্সি সুন্দরী শ্যালিকা
indian porn video
Read new sexy মেয়েদের চোদার bangla choti golpo for free
college girls porn video
lesbian porn video
Read free Daily update new choda chudir golpo bangla choti
sexy girls porn mms
Indian auntyder গুদ চোদার গল্প bangla choti পড়ুন আমাদের সাইট এ
Blonde turns guy on before giving cock massage
Bill Bailey shows nice sex tricks to Ella
Sexy Ass Indian Mehla Hardcore Movie
নতুন নতুন বাংলা চটি গল্প পরতে আমাদের সাইট এ আসুন bangla choti
কলেজ পড়ুয়া হট মাগীদের কিভাবে গুদের কামড় মাড়িয়ে জানতে আমাদের সাইট এর গল্প পড়ুন bangla choti
Petite babe was a great motivator for guys
BigXMovies
choda chudir golpo পাপিয়া র বৌদি র গোলাপী ভোদা
bangla choti golpo জীবনের প্রথম মাগি চোদা
Brunette oriental is in heaven eating Tommy Gunns meaty love stick
Casada, The Original Teen Next Door
Bruce Venture is one hard-dicked stud who
free sex stories
Cerita seks Dewasa Ngentot Gadis Terlantar
********************************************************